vendredi 31 juillet 2015

Sapuluh Tapak Budaya Banten (Bubuka)



Bubuka

Dina bab bubuka ieu, penting urang ngamukadimah heula wacana memeh asup ka substansi. Urang taraman ku hiji fenomena nyaeta, nepi ka denget ieu loba keneh urang Banten nu can nyaho sajarah lemburna nu geus jadi provinsi ti taun 2000. Ari alesan kunaon matak tulisan ieu ku kami diturunkan deui di wahana ieu, aya kahayang milu cacahan dina raraga nyanghareupan “Kongres Rakyat Banten” nu ceuk katerangan ti surat kabar mah bakal diayakan di awal taun 2014. Susuganan naon nu dipikahayang rahayat Banten jaga, boga cecekelan keur nempo kaayaan urang Banten baheula, memeh ngasakkeun kahayang atawa cita-cita ka hareupna.
Kuhayang-hayangna kami ngilu bungah ngariung mungpulung ngaramekeun sawala rahayat wewengkon nu dipikacinta ku urang kabehan, atuh media Website Banten Heritage sugan bisa jadi cukang nu bisa nepikeun pependakan atawa pamikiran kami sautak saeutik ka rahayat Banten hususna, atuh kitu deui ka dulur-dulur di tatar Sunda nu aya di Provinsi Jawa Barat jeung DKI Jakarta. Kaasup di jerona sebrangeun kulon Banten nu kasebut Lampung.
Kukituna hayu urang taraman nyaliksik tatapakan sajarah Banten dimimitian ti jaman nirleka (samemeh abad masehi) nepi ka ngadegna Provinsi Banten. Bari nungguan panalungtikan para inohong sajarah, aya hadena urang pedarkeun saayana, sabab nungguan rengse panalungtikan mah moal aya anggeusna. Ceuk jenatna guru kami, Prof. Ayatrohaedy nu katelahna Mang Ayat tea, salah saurang pakar Arkeologi jeung Linguistik Kasundaan, “Kuari tulis baé heula, nu penting mah urang Banten kudu ngabogaan buku sajarah sorangan. Bener henteuna urang pasrahkeun ka rahayat jeung para ahli séjén sinah nyiaran sumber sajarah nu leuwih lengkep, susuganan aya”. Matak kuari dadasar kana sumber nu aya bae heula, sugan ringkesan ieu bisa jadi tuturus ngalengkah kana sajarah nu rada lengkep.
Ngan hampura ka dulur-dulur kami di mana  bae ayana, kami teu bisa make basa nu “nyastra” dina tulisan ieu. Kahayang kami, ku make basa sapopoe jeung teu ngahulu kana undak-usuk basa, sugan bisa nguatkeun Sunda jadi basa populer. Pan sakumaha nu sok ditepikan ku batur, mun basa Sunda dialek Banten mah kasohor ku sipat egaliterna.

vendredi 24 juillet 2015

Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung dalam Lipsus Kontan

http://lipsus.kontan.co.id/v2/tanjunglesung/read/245/Jalan_Panjang_Menuju_Destinasi_Wisata_Kelas_Dunia
JAKARTA. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata Tanjung Lesung diresmikan operasionalnya oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 23 Februari 2015. Harapan besar disematkan pada kawasan wisata seluas 1.500 hektare (ha) yang terletak di Provinsi Banten ini. Namun, setelah berdiri lebih dari 20 tahun, Tanjung Lesung belum bisa berkontribusi banyak bagi pengembangan ekonomi di wilayah sekitarnya.
Dengan potensi wisata yang indah, Tanjung Lesung diharapkan bisa menjadi magnet baru dan menyedot investasi senilai total Rp 4,8 triliun sampai tahun 2022. Harapan ini bisa tercapai jika janji Jokowi untuk menyelesaikan pembangunan jalan tol antara Serang-Panimbang bisa terealisasi.
Tanjung Lesung terletak di Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Semenanjung yang menghadap Provinsi Lampung di Pulau Sumatera, berbatasan dengan Teluk Lada dan berhadapan langsung dengan Selat Sunda dan Gunung Krakatau. Dengan potensi alam yang indah dan pantai sepanjang 13 kilometer (km), tempat wisata yang dikelola PT Banten West Java (BWJ) Tourism Development, anak usaha PT Jababeka Tbk (KIJA) ini belum begitu populer di Tanah Air.

Akses transportasi menjadi alasan mengapa Tanjung Lesung yang hanya berjarak 180 kilometer dari Ibu Kota Jakarta ini “mati suri”. Setelah sekitar 20 tahun berdiri, Tanjung Lesung masih terkendala akses transportasi yang kurang memadai. Bayangkan, untuk bisa menikmati pantai Tanjung Lesung yang bening dengan pemandangan Gunung Krakatau, Anda harus berkendara mobil minimal 5-6 jam perjalanan dari Jakarta, tanpa macet. Jika macet, waktu perjalanan bakal lebih panjang lagi.

Dari Jakarta Anda bisa menggunakan dua jalur perjalanan darat dengan kendaraan pribadi menuju Tanjung Lesung. Jalur pertama melewati jalan tol Jakarta-Merak menuju Serang, Pandeglang, Labuhan, Panimbang, dan Tanjung Lesung. Rute kedua, melewati Jalan Tol Jakarta-Merak, Jalan Raya Anyer, Pantai Carita, Labuhan, dan Tanjung Lesung.

Jika Anda memilih rute kedua, jarak tempuh dari Jakarta menuju Tanjung Lesung bertambah 20 kilometer. Namun, rute ini menawarkan pemandangan wisata pantai Carita dan Anyer yang indah. Sedangkan untuk rute pertama, Anda hanya akan disuguhi deretan pemukiman dan toko-toko di sepanjang jalan, layaknya sebuah kota kecil yang sedang berkembang.

Secara umum kondisi jalan menuju Tanjung Lesung, baik melalui Pandeglang maupun Anyer, relatif mulus. Hanya ada beberapa titik jalan yang berlubang dan rusak disepanjang Pantai Anyer dan Pantai Carita. Tak perlu takut tersesat, papan penunjuk jalan akan banyak ditemui terutama jika Anda melewati rute Serang-Pandeglang.

Sampai wilayah Panimbang, tepatnya pertigaan Pulau Umang dan Tanjung Lesung, Anda harus melewati jalanan yang lebih sempit. Jalan yang hanya bisa dilewati dua mobil ini menjadi satu-satunya akses menuju Tanjung Lesung. Di sisi kanan jalan, Anda akan bisa melihat pemandangan Teluk Lada dengan bagang-bagang pencari ikan dan beberapa penginapan atau home stay.

Saat KONTAN mengunjungi tempat wisata ini akhir April 2015 lalu, di sepanjang pantai yang menuju Tanjung Lesung kelihatan keruh dan kotor. Menurut Moh. Ali Fadillah, Kepala Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Provinsi Banten, pantai di Teluk Lada memang keruh karena banyak sungai bermuara di sana. “Banyak endapan lumpur yang terbawa oleh aliran sungai, apalagi di atas sungai-sungai itu merupakan areal pertanian,” katanya.

Mengenai jalan masuk ke KEK Tanjung Lesung yang relatif sempit, Ali berkilah, pemerintah telah mendata dan memasukkan jalur-jalur transportasi termasuk juga jembatan penghubung ke Tanjung Lesung ke jalan provinsi. Oleh karena itu rencananya, tahun ini jalan masuk ke Tanjung Lesung akan diperbaiki dan diperlebar oleh Pemrov Banten.

Di sepanjang jalan, tampak pula sejumlah home stay yang berada di pingir kanan jalan menuju Tanjung Lesung, sepi. Maklum saat itu adalah hari kerja. Home stay yang bertarif sekitar Rp 300.000 sampai Rp 400.000 tersebut ramai saat akhir pekan atau musim liburan. “Tarif segitu sudah sama makan, biasanya penuh saat akhir pekan atau liburan,” kata Sari, salah satu pengelola Adam Home Stay di Tanjung Lesung.

Ada juga penginapan pinggir pantai yang menawarkan tarif Rp 1,5 juta untuk rumah panggung yang bisa dipakai untuk 10 orang.  Untuk tipe lebih besar yang bisa digunakan untuk 20 orang, penginapan itu menawarkan tarif sekitar Rp 2 juta sampai dengan Rp 2,5 juta, plus makan 2 kali sehari.
Home stay ini biasanya ramai di akhir pekan atau waktu liburan. Selain bisa menikmati pemandangan alam dan water sport di Tanjung Lesung, wisatawan domestik yang menginap di home stay juga bisa menyewa perahu untuk snorkling atau menuju pulau lain di sekitar wilayah itu, seperti Pulau Panaitan.

Setelah melewati deretan home stay, Anda akan masuk lokasi wisata Tanjung Lesung. Melewati tugu selamat datang, nuansa wisata makin terasa. Penat setelah 6 jam perjalanan langsung hilang. Deretan pohon trembesi besar memayungi sepanjang perjalanan memasuki lokasi wisata yang sudah ditetapkan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) tersebut. Kesan kotor dan semrawut yang hinggap di kepala saat perjalanan menjadi hilang.

KEK Tanjung Lesung berdiri di atas lahan 1.500 hektare (ha). Wilayah ini akan dikembangkan sebagai International World Class Destination. Di atasnya BWJ akan mengembangkan kawasan wisata dengan konsep mixed development yang terdiri stars resort, golf course, hotel, theme park, residential dan lain-lain. Proyek ini ditargetkan rampung tahun 2022.

Tanjung Lesung sejatinya merupakan proyek lama yang sempat mangkrak ketika krisis moneter 1998. Pemegang saham PT Banten West Java Tourism Development (BWJ) selaku pengembang kawasan Tanjung Lesung kemudian menjual sahamnya kepada Jababeka pada  2012
- See more at: http://lipsus.kontan.co.id/v2/tanjunglesung/read/245/Jalan_Panjang_Menuju_Destinasi_Wisata_Kelas_Dunia#sthash.GKyHc7xW.dpuf
Tanjung Lesung, Harapan Dunia Pariwisata Banten

JAKARTA. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata Tanjung Lesung diresmikan operasionalnya oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 23 Februari 2015. Harapan besar disematkan pada kawasan wisata seluas 1.500 hektare (ha) yang terletak di Provinsi Banten ini. Namun, setelah berdiri lebih dari 20 tahun, Tanjung Lesung belum bisa berkontribusi banyak bagi pengembangan ekonomi di wilayah sekitarnya.
Dengan potensi wisata yang indah, Tanjung Lesung diharapkan bisa menjadi magnet baru dan menyedot investasi senilai total Rp 4,8 triliun sampai tahun 2022. Harapan ini bisa tercapai jika janji Jokowi untuk menyelesaikan pembangunan jalan tol antara Serang-Panimbang bisa terealisasi.
Tanjung Lesung terletak di Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Semenanjung yang menghadap Provinsi Lampung di Pulau Sumatera, berbatasan dengan Teluk Lada dan berhadapan langsung dengan Selat Sunda dan Gunung Krakatau. Dengan potensi alam yang indah dan pantai sepanjang 13 kilometer (km), tempat wisata yang dikelola PT Banten West Java (BWJ) Tourism Development, anak usaha PT Jababeka Tbk (KIJA) ini belum begitu populer di Tanah Air.

Akses transportasi menjadi alasan mengapa Tanjung Lesung yang hanya berjarak 180 kilometer dari Ibu Kota Jakarta ini “mati suri”. Setelah sekitar 20 tahun berdiri, Tanjung Lesung masih terkendala akses transportasi yang kurang memadai. Bayangkan, untuk bisa menikmati pantai Tanjung Lesung yang bening dengan pemandangan Gunung Krakatau, Anda harus berkendara mobil minimal 5-6 jam perjalanan dari Jakarta, tanpa macet. Jika macet, waktu perjalanan bakal lebih panjang lagi.

Dari Jakarta Anda bisa menggunakan dua jalur perjalanan darat dengan kendaraan pribadi menuju Tanjung Lesung. Jalur pertama melewati jalan tol Jakarta-Merak menuju Serang, Pandeglang, Labuhan, Panimbang, dan Tanjung Lesung. Rute kedua, melewati Jalan Tol Jakarta-Merak, Jalan Raya Anyer, Pantai Carita, Labuhan, dan Tanjung Lesung.

Jika Anda memilih rute kedua, jarak tempuh dari Jakarta menuju Tanjung Lesung bertambah 20 kilometer. Namun, rute ini menawarkan pemandangan wisata pantai Carita dan Anyer yang indah. Sedangkan untuk rute pertama, Anda hanya akan disuguhi deretan pemukiman dan toko-toko di sepanjang jalan, layaknya sebuah kota kecil yang sedang berkembang.

Secara umum kondisi jalan menuju Tanjung Lesung, baik melalui Pandeglang maupun Anyer, relatif mulus. Hanya ada beberapa titik jalan yang berlubang dan rusak disepanjang Pantai Anyer dan Pantai Carita. Tak perlu takut tersesat, papan penunjuk jalan akan banyak ditemui terutama jika Anda melewati rute Serang-Pandeglang.

Sampai wilayah Panimbang, tepatnya pertigaan Pulau Umang dan Tanjung Lesung, Anda harus melewati jalanan yang lebih sempit. Jalan yang hanya bisa dilewati dua mobil ini menjadi satu-satunya akses menuju Tanjung Lesung. Di sisi kanan jalan, Anda akan bisa melihat pemandangan Teluk Lada dengan bagang-bagang pencari ikan dan beberapa penginapan atau home stay.

Saat KONTAN mengunjungi tempat wisata ini akhir April 2015 lalu, di sepanjang pantai yang menuju Tanjung Lesung kelihatan keruh dan kotor. Menurut Moh. Ali Fadillah, Kepala Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Provinsi Banten, pantai di Teluk Lada memang keruh karena banyak sungai bermuara di sana. “Banyak endapan lumpur yang terbawa oleh aliran sungai, apalagi di atas sungai-sungai itu merupakan areal pertanian,” katanya.

Mengenai jalan masuk ke KEK Tanjung Lesung yang relatif sempit, Ali berkilah, pemerintah telah mendata dan memasukkan jalur-jalur transportasi termasuk juga jembatan penghubung ke Tanjung Lesung ke jalan provinsi. Oleh karena itu rencananya, tahun ini jalan masuk ke Tanjung Lesung akan diperbaiki dan diperlebar oleh Pemrov Banten.

Di sepanjang jalan, tampak pula sejumlah home stay yang berada di pingir kanan jalan menuju Tanjung Lesung, sepi. Maklum saat itu adalah hari kerja. Home stay yang bertarif sekitar Rp 300.000 sampai Rp 400.000 tersebut ramai saat akhir pekan atau musim liburan. “Tarif segitu sudah sama makan, biasanya penuh saat akhir pekan atau liburan,” kata Sari, salah satu pengelola Adam Home Stay di Tanjung Lesung.

Ada juga penginapan pinggir pantai yang menawarkan tarif Rp 1,5 juta untuk rumah panggung yang bisa dipakai untuk 10 orang.  Untuk tipe lebih besar yang bisa digunakan untuk 20 orang, penginapan itu menawarkan tarif sekitar Rp 2 juta sampai dengan Rp 2,5 juta, plus makan 2 kali sehari.
Home stay ini biasanya ramai di akhir pekan atau waktu liburan. Selain bisa menikmati pemandangan alam dan water sport di Tanjung Lesung, wisatawan domestik yang menginap di home stay juga bisa menyewa perahu untuk snorkling atau menuju pulau lain di sekitar wilayah itu, seperti Pulau Panaitan.

Setelah melewati deretan home stay, Anda akan masuk lokasi wisata Tanjung Lesung. Melewati tugu selamat datang, nuansa wisata makin terasa. Penat setelah 6 jam perjalanan langsung hilang. Deretan pohon trembesi besar memayungi sepanjang perjalanan memasuki lokasi wisata yang sudah ditetapkan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) tersebut. Kesan kotor dan semrawut yang hinggap di kepala saat perjalanan menjadi hilang.

KEK Tanjung Lesung berdiri di atas lahan 1.500 hektare (ha). Wilayah ini akan dikembangkan sebagai International World Class Destination. Di atasnya BWJ akan mengembangkan kawasan wisata dengan konsep mixed development yang terdiri stars resort, golf course, hotel, theme park, residential dan lain-lain. Proyek ini ditargetkan rampung tahun 2022.

Tanjung Lesung sejatinya merupakan proyek lama yang sempat mangkrak ketika krisis moneter 1998. Pemegang saham PT Banten West Java Tourism Development (BWJ) selaku pengembang kawasan Tanjung Lesung kemudian menjual sahamnya kepada Jababeka pada  2012
- See more at: http://lipsus.kontan.co.id/v2/tanjunglesung/read/245/Jalan_Panjang_Menuju_Destinasi_Wisata_Kelas_Dunia#sthash.GKyHc7xW.dpuf
JAKARTA. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata Tanjung Lesung diresmikan operasionalnya oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 23 Februari 2015. Harapan besar disematkan pada kawasan wisata seluas 1.500 hektare (ha) yang terletak di Provinsi Banten ini. Namun, setelah berdiri lebih dari 20 tahun, Tanjung Lesung belum bisa berkontribusi banyak bagi pengembangan ekonomi di wilayah sekitarnya.
Dengan potensi wisata yang indah, Tanjung Lesung diharapkan bisa menjadi magnet baru dan menyedot investasi senilai total Rp 4,8 triliun sampai tahun 2022. Harapan ini bisa tercapai jika janji Jokowi untuk menyelesaikan pembangunan jalan tol antara Serang-Panimbang bisa terealisasi.
Tanjung Lesung terletak di Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Semenanjung yang menghadap Provinsi Lampung di Pulau Sumatera, berbatasan dengan Teluk Lada dan berhadapan langsung dengan Selat Sunda dan Gunung Krakatau. Dengan potensi alam yang indah dan pantai sepanjang 13 kilometer (km), tempat wisata yang dikelola PT Banten West Java (BWJ) Tourism Development, anak usaha PT Jababeka Tbk (KIJA) ini belum begitu populer di Tanah Air.

Akses transportasi menjadi alasan mengapa Tanjung Lesung yang hanya berjarak 180 kilometer dari Ibu Kota Jakarta ini “mati suri”. Setelah sekitar 20 tahun berdiri, Tanjung Lesung masih terkendala akses transportasi yang kurang memadai. Bayangkan, untuk bisa menikmati pantai Tanjung Lesung yang bening dengan pemandangan Gunung Krakatau, Anda harus berkendara mobil minimal 5-6 jam perjalanan dari Jakarta, tanpa macet. Jika macet, waktu perjalanan bakal lebih panjang lagi.

Dari Jakarta Anda bisa menggunakan dua jalur perjalanan darat dengan kendaraan pribadi menuju Tanjung Lesung. Jalur pertama melewati jalan tol Jakarta-Merak menuju Serang, Pandeglang, Labuhan, Panimbang, dan Tanjung Lesung. Rute kedua, melewati Jalan Tol Jakarta-Merak, Jalan Raya Anyer, Pantai Carita, Labuhan, dan Tanjung Lesung.

Jika Anda memilih rute kedua, jarak tempuh dari Jakarta menuju Tanjung Lesung bertambah 20 kilometer. Namun, rute ini menawarkan pemandangan wisata pantai Carita dan Anyer yang indah. Sedangkan untuk rute pertama, Anda hanya akan disuguhi deretan pemukiman dan toko-toko di sepanjang jalan, layaknya sebuah kota kecil yang sedang berkembang.

Secara umum kondisi jalan menuju Tanjung Lesung, baik melalui Pandeglang maupun Anyer, relatif mulus. Hanya ada beberapa titik jalan yang berlubang dan rusak disepanjang Pantai Anyer dan Pantai Carita. Tak perlu takut tersesat, papan penunjuk jalan akan banyak ditemui terutama jika Anda melewati rute Serang-Pandeglang.

Sampai wilayah Panimbang, tepatnya pertigaan Pulau Umang dan Tanjung Lesung, Anda harus melewati jalanan yang lebih sempit. Jalan yang hanya bisa dilewati dua mobil ini menjadi satu-satunya akses menuju Tanjung Lesung. Di sisi kanan jalan, Anda akan bisa melihat pemandangan Teluk Lada dengan bagang-bagang pencari ikan dan beberapa penginapan atau home stay.

Saat KONTAN mengunjungi tempat wisata ini akhir April 2015 lalu, di sepanjang pantai yang menuju Tanjung Lesung kelihatan keruh dan kotor. Menurut Moh. Ali Fadillah, Kepala Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Provinsi Banten, pantai di Teluk Lada memang keruh karena banyak sungai bermuara di sana. “Banyak endapan lumpur yang terbawa oleh aliran sungai, apalagi di atas sungai-sungai itu merupakan areal pertanian,” katanya.

Mengenai jalan masuk ke KEK Tanjung Lesung yang relatif sempit, Ali berkilah, pemerintah telah mendata dan memasukkan jalur-jalur transportasi termasuk juga jembatan penghubung ke Tanjung Lesung ke jalan provinsi. Oleh karena itu rencananya, tahun ini jalan masuk ke Tanjung Lesung akan diperbaiki dan diperlebar oleh Pemrov Banten.

Di sepanjang jalan, tampak pula sejumlah home stay yang berada di pingir kanan jalan menuju Tanjung Lesung, sepi. Maklum saat itu adalah hari kerja. Home stay yang bertarif sekitar Rp 300.000 sampai Rp 400.000 tersebut ramai saat akhir pekan atau musim liburan. “Tarif segitu sudah sama makan, biasanya penuh saat akhir pekan atau liburan,” kata Sari, salah satu pengelola Adam Home Stay di Tanjung Lesung.

Ada juga penginapan pinggir pantai yang menawarkan tarif Rp 1,5 juta untuk rumah panggung yang bisa dipakai untuk 10 orang.  Untuk tipe lebih besar yang bisa digunakan untuk 20 orang, penginapan itu menawarkan tarif sekitar Rp 2 juta sampai dengan Rp 2,5 juta, plus makan 2 kali sehari.
Home stay ini biasanya ramai di akhir pekan atau waktu liburan. Selain bisa menikmati pemandangan alam dan water sport di Tanjung Lesung, wisatawan domestik yang menginap di home stay juga bisa menyewa perahu untuk snorkling atau menuju pulau lain di sekitar wilayah itu, seperti Pulau Panaitan.

Setelah melewati deretan home stay, Anda akan masuk lokasi wisata Tanjung Lesung. Melewati tugu selamat datang, nuansa wisata makin terasa. Penat setelah 6 jam perjalanan langsung hilang. Deretan pohon trembesi besar memayungi sepanjang perjalanan memasuki lokasi wisata yang sudah ditetapkan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) tersebut. Kesan kotor dan semrawut yang hinggap di kepala saat perjalanan menjadi hilang.

KEK Tanjung Lesung berdiri di atas lahan 1.500 hektare (ha). Wilayah ini akan dikembangkan sebagai International World Class Destination. Di atasnya BWJ akan mengembangkan kawasan wisata dengan konsep mixed development yang terdiri stars resort, golf course, hotel, theme park, residential dan lain-lain. Proyek ini ditargetkan rampung tahun 2022.

Tanjung Lesung sejatinya merupakan proyek lama yang sempat mangkrak ketika krisis moneter 1998. Pemegang saham PT Banten West Java Tourism Development (BWJ) selaku pengembang kawasan Tanjung Lesung kemudian menjual sahamnya kepada Jababeka pada  2012
- See more at: http://lipsus.kontan.co.id/v2/tanjunglesung/read/245/Jalan_Panjang_Menuju_Destinasi_Wisata_Kelas_Dunia#sthash.GKyHc7xW.dpuf

lundi 29 juin 2015

Aspek Modernitas Banten 5




Nilai modernitas kelima telah ditunjukkan oleh karakter “Open Culture” orang Banten terhadap budaya luar. Sejak berdirinya kesultanan, Banten mempresentasikan diri sebagai sebuah negara-kota yang berbasis pada perdagangan internasional. Kota Banten di sini menjadi potpourie ethnique atau ‘wadah pelebur’ unsur-unsur budaya dari berbagai kebudayaan besar yang datang membawa identitas budaya masing-masing. Interaksi antar-etnik bahkan antar-ras telah mengimplikasikan sebuah kebudayaan yang ‘terbuka’ bagi berbagai kemajuan. Keterbukaan budaya itu misalnya tampak pada penggunaan bahasa. Bahasa Melayu memang telah lama menjadi lingua-franca di Nusantara termasuk juga di Banten. Tetapi karena keluasan hubungannya dengan kekuasaan-kekuasaan pesisir utara Jawa, Banten kemudian menjadi pewaris jauh dari bahasa Jawa pesisiran. Selain bahasa Sunda sebagai bahasa ibu pada awalnya, maka di Banten, bahasa Melayu dan Jawa telah menjadi bahasa umum baik dalam urusan pemerintahan maupun interaksi dalam berbagai kehidupan sosial, agama dan ekonomi perdagangan. Namun harus dicatat, banyak kalangan warga Banten juga menguasai bahasa asing, terutama Arab. Hal ini bisa dilihat dari berbagai karya keagamaan hasil pemikiran putera-putera Banten seperti Syekh Nawawi al-Bantani, Syekh Abdul Karim Tanara, dan Kiai Asnawi di Caringin. Bahkan, aksara Arab juga digunakan secara resmi dalam pemerintahan. Dengan demikian, penguasaan bahasa-bahasa yang umum pada masa itu, menjadikan Banten mampu mendobrak kebekuan hubungan antar-etnik dan antar-bangsa sekaligus membuat kebudayaan dapat berkembang dalam dinamika kontemporenitas yang diperlukan (Moh. Ali Fadillah).