Menemukan kembali jejak purba di pedalaman Banten
Batu Tapak di Desa Curug Panjang
Oct 28, 2016
All data copied from Banten Tempo Doeloe (FB account :
Bhre Wahanten). Jumat barokah, santap ghonzlenk dlu, di gardu pinggir sawah Kp.
Pasirwaru, Desa Curug Panjang, Kec. Cikulur, Lebak. Rebutan kerak. No more to
share, just sambel atah no perfect.
Telusur jalur irigasi, sedikit berimaginasi berbalut
hipotesis, menemukan pertanyaan relevan, mengapa batu tapak kaki manusia ada
(hampir selalu) di lingkungan persawahan yang subur. Just question proposed to
brotheres Budityantri Prakosa
and Dadan Sujana.
Jalur irigasi tradisional memberi ruang pematang ganda pada
jarak 300 hingga 100 m, menggoda ekstrapolasi, membayangkan relasi historik
hunian purba dgn batu tapak insitu pada sisi utara pulau di tengah persawahan.
Geliat pertanyaan mengarah pada awal pengenalan sistem padi sawah mengubah
tradisi huma di pedalaman Banten, menampakkan citra evolusi budaya dari nomaden
ke sedenter. Communal society bermula dari tekno ekonomi subsisten ini.
Question mark to our guide, young brothers, mahasiswa Pendidikan Sejarah STKIP
Setiabudi Rangkasbitung and FKIP & Faperta Untirta Serang.
Hanya ada satu cara mencapai obyek penting itu: turun ka
sawah, bobolokot leutak. Alhamdulillah tidak ada satupun rumpun padi yang
rusak. Kendati begitu, kami nyuhunkeun dihampura ka nu boga sawah jeung hatur
nuhun.
Sawah tidak rusak, kaki tidak berlumpur, fisik tidak capek,
tujuan tercapai, terpaksa harus memanfaatkan jasa Gojek Rhog Arie. Ayah Hafeedz
serius menggambar, Cep Soghot bantu mendarat tepat di atas batu tapak. Senggol
Bro Sumanta Wiria
& Kang Imang Doecoent
eksperimen wisata unik. Selancar di sawah bolehlah buat Wa Ahmad Jarwadi.
Berdiri di atas batu besar, melihat sekeliling, membayangkan
bagaimana dahulu orang membuat tapak kedua kakinya diabadikan di atas permukaan
batu. Kakiku dalam keadaan bersih dan kering, mencoba mencocokkan, kemudian
mengukur, mendokumentasikan, dan mencatat bersama Ayah Hafeedz,
Rhog Arie,
dan Cep Rangkas alias Bro Soghut. Siapa tahu, suatu saat ada ahli arkeologi
yang menganggap bukti ini penting, kami siap memberikan data awal.
k
ini, hanya duduk di atas batu di tengah persawahan, menyaksikan apa yang kami
lakukan, tetapi tidak sadar kedua kakinya juga bisa memberi 'tanda' pada batu.
Lantas 'tanda' atau 'tapak' apa yang telah kita sumbangkan untuk negeri ini?
Prunglah Budityantri Prakosa. Setidaknya sudah mencoba menjawab
enigma, meski sebatas symptomatique!