Cingagoler Honey - Indonesia - Honeys and Bee-related Products | Ark of Taste | Slow Food Foundation for Biodiversity
http://www.slowfoodfoundation.com/ark/details/1877/cingagoler-honey
Info dari
kegiatan:
Slow Food
Foundation for Biodiversity
Ark of Taste
Category: Honeys and
Bee-related Products
Indonesia | BANTEN PROVINCE
Cingagoler Honey
Cingagoler Honey
Madu Cingagoler
Madu lebah sangat penting di Indonesia. Demikian juga
di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, sebelah barat Pulau Jawa, penduduk Kampung
Cingagoler, Desa Panyaungan, Kecamatan Cihara. Secara tradisional penduduk
setempat memiliki hubungan kuat dengan habitat lebah, dan meyakini bahwa
keberadaan sarang nyiruan di
rumah-rumah mereka akan mendatangkan keberuntungan, kemakmuran dan hidup secara
harmonis antara manusia, lebah dengan lingkungan alamnya. Lebah nyiruan (Avis cerana) dipelihara selama
dua atau tiga bulan, kemudian apabila sudah datang musim panen, mereka akan
membuka sarang-sarang lebah itu untuk mengambil madu, pollen dan termasuk
lebahnya itu sendiri.
Di Kampung Cingagoler, lebah madu tropis (jenis lebih
Asia) yang dapat beradaptasi dengan iklim setempat, menghasilkan madu, yang
kemudian disebut Madu Cingagoler.
Sekelompok pemuda kreatif yang telah menghimpun diri dalam “Komunitas Macing” telah mengorganisir sebagai kelompok
usaha madu lebah lokal.
Melalui kegiatan komunitas tersebut, lebah-lebah lokal
dipelihara berkat pengetahuan mereka yang diwarisi secara turun-temurun, mulai
dari pencarian di hutan atau di kebun dengan menempatkan sarang pada habitat
aslinya, sampai memindahkan sarang ke sekitar rumah mereka untuk untuk diambil
madu dan hasil lainnya dari lebah.
Tradisi memelihara lebah nyiruan itu menunjukkan
adanya hubungan saling menguntungkan dengan tumbuh-tumbuhan setempat, membantu
penyerbukan pohon aren dan kelapa, yang memberi rasa unik pada madu Cingagoler.
Madu yang dihasilkan berwarna coklat tua dan memiliki aroma bunga kelapa dan
aren, bergantung pada musim saat lebah-lebah itu mengumpulkannya.
Lebah madu itu
sendiri juga digunakan sebagai sumber makanan, dan pada umumnya dikonsumsi
masyarakat setempat dalam sajian pais
nyiruan atau pepes nyiruan. Jenis kuliner khas ini dibuat dari lebah-lebah
muda yang dikukus dengan menggunakan daun pisang, dan diberi bumbu bawang dan
garam. Ada juga santapan sayur nyiruan
sebagai makanan olahan lain dari lebah setempat, dibuat dari anak-anak lebah
yang dimasak dengan campuran bumbu kunyit, bawang putih, bawang bawang, garam
dan bumbu lainnya.
Madu Cingagoler dijual dalam jumlah terbatas, terutama
setelah panen, dan juga secara tradisional dibuat sebagai bagian dari usaha
kelompok dan sebagai bahan obat-obatan oleh masyarakat setempat. Namun
perubahan iklim dan lingkungan sekitar
dirasakan membawa dampak buruk bagi kehidupan lebah. Pada tahun 2012,
Komunitas Macing mencatat sekitar 250 sarang dipelihara di rumah-rumah
penduduk, dan pada tahun 2014 hanya 150 sarang saja. Selain mengurangi
keberadaan pohon aren dan kelapa sebagai sumber nutrisi lebah, penggalian bahan
tambang dan pembangunan pabrik semen di daerah itu juga berdampak pada
degradasi habiat lebah, yang membuat ketidakpastian bagi masa depan madu
Cingagoler dan tradisi pangan olahan lebah madu lokal.