Batik Cap Lomar Baduy
Lomar atau Romal dalam bahasa Sunda dialek Baduy dimaksudkan untuk menyebut ikat kepala, yang biasa dikenakan oleh penduduk Desa Kanekes dari perkampungan Panamping (Baduy Luar) dalam kehidupan sehari-hari. Diadopsi dari bahasa Tamil (?), yang berarti sehelai kain yang digunakan sebagai "sapu tangan", Lomar Baduy berbentuk segi tiga menyerupai kerudung atau kacu Pramuka.
Kekhasan ikat kepala orang Baduy dapat dilihat dari warna dasar biru tua, dengan corak batik berwarna putih. Motif utama dari lomar tersebut berupa sepasang sayap melebar ke sisi luar dari satu titik di bagian tengah. Bidang lain diberi motif garis-garis jajaran genjang membentuk silhuet rumah, lebih menyerupai garis dasar dari bangunan leuit atau lumbung yang keseluruhan bidang kain dipenuhi dengan bulatan kecil tersusun secara simetris.
Dilihat secara sepintas, motif tersebut mengingatkan kita pada burung "Garuda" yang lazim menghiasi batur atau panil bangunan suci dari peradaban bercorak Hindu-Budha di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tetapi sejak kapan orang Baduy menggunakan motif hiasan ini pada ikat kepala mereka, kemudian kapan awal mula dan di mana lomar ini dibuat, sebelum sekarang menjadi "trend" batik yang memberi identitas kedaerahan di Provinsi Banten.
Secara tidak sengaja, ketika berkunjung ke Bali, saya berkesempatan bernostalgia ke Legian. Tidak jauh dari Monumen Bom Bali, yang sekarang telah berubah menjadi taman dan selalu menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk bersantai dan mengambil foto, pada salah satu boutique musik, terdapat etalase yang menarik perhatian saya. Mengapa? Karena di salah satu sudut etalase itu dipamerkan sebuah cap atau stempel yang biasa digunakan untuk membatik. Memang agak unik, karena biasanya stempel batik ini hanya dimiliki oleh pengrajin batik di beberapa tempat di Pulau Jawa. Namun motifnya membawa ingatan saya pada corak hiasan batik "Lomar Baduy". Bentuk stilasi lain dari motif "Sayap Garuda" ini dapat dilihat dari seragam batik Korpri era tahun 1980-an.
Pertanyaannya adalah jika Lomar Baduy ini dibuat di Desa Kanekes, yang sekarang masuk ke dalam wilayah Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, mestinya cap atau stempel batik seperti itu dimiliki juga oleh orang Baduy. Jika hal itu benar, dapat menjadi indikator bahwa masyarakat Baduy sudah memiliki keahlian membuat batik cap. Teknologinya memang standar, namun motif "Garuda" bermakna klasik, sebagai kendaraan atau wahana Dewa Wisnu. Tetapi jika tidak ditemukan, maka mungkin sekali, "Lomar Batik" didatangkan dari luar Baduy. Dan apabila dugaan terakhir ini benar, memberi alasan bagi kita untuk menemukan mata rantai sistem pertukaran antara orang Baduy dan luar Baduy. Dan pertukaran itu bukan hanya sekedar perdagangan hasil bumi dari daerah Baduy ke luar, tetapi juga importasi beberapa komoditas dari daerah lain yang masuk ke Desa Kanekes. Barangkali juga didalamnya adalah kain batik! (Bhre Wahanten).
Lomar atau Romal dalam bahasa Sunda dialek Baduy dimaksudkan untuk menyebut ikat kepala, yang biasa dikenakan oleh penduduk Desa Kanekes dari perkampungan Panamping (Baduy Luar) dalam kehidupan sehari-hari. Diadopsi dari bahasa Tamil (?), yang berarti sehelai kain yang digunakan sebagai "sapu tangan", Lomar Baduy berbentuk segi tiga menyerupai kerudung atau kacu Pramuka.
Kekhasan ikat kepala orang Baduy dapat dilihat dari warna dasar biru tua, dengan corak batik berwarna putih. Motif utama dari lomar tersebut berupa sepasang sayap melebar ke sisi luar dari satu titik di bagian tengah. Bidang lain diberi motif garis-garis jajaran genjang membentuk silhuet rumah, lebih menyerupai garis dasar dari bangunan leuit atau lumbung yang keseluruhan bidang kain dipenuhi dengan bulatan kecil tersusun secara simetris.
Dilihat secara sepintas, motif tersebut mengingatkan kita pada burung "Garuda" yang lazim menghiasi batur atau panil bangunan suci dari peradaban bercorak Hindu-Budha di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tetapi sejak kapan orang Baduy menggunakan motif hiasan ini pada ikat kepala mereka, kemudian kapan awal mula dan di mana lomar ini dibuat, sebelum sekarang menjadi "trend" batik yang memberi identitas kedaerahan di Provinsi Banten.
Secara tidak sengaja, ketika berkunjung ke Bali, saya berkesempatan bernostalgia ke Legian. Tidak jauh dari Monumen Bom Bali, yang sekarang telah berubah menjadi taman dan selalu menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk bersantai dan mengambil foto, pada salah satu boutique musik, terdapat etalase yang menarik perhatian saya. Mengapa? Karena di salah satu sudut etalase itu dipamerkan sebuah cap atau stempel yang biasa digunakan untuk membatik. Memang agak unik, karena biasanya stempel batik ini hanya dimiliki oleh pengrajin batik di beberapa tempat di Pulau Jawa. Namun motifnya membawa ingatan saya pada corak hiasan batik "Lomar Baduy". Bentuk stilasi lain dari motif "Sayap Garuda" ini dapat dilihat dari seragam batik Korpri era tahun 1980-an.
Pertanyaannya adalah jika Lomar Baduy ini dibuat di Desa Kanekes, yang sekarang masuk ke dalam wilayah Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, mestinya cap atau stempel batik seperti itu dimiliki juga oleh orang Baduy. Jika hal itu benar, dapat menjadi indikator bahwa masyarakat Baduy sudah memiliki keahlian membuat batik cap. Teknologinya memang standar, namun motif "Garuda" bermakna klasik, sebagai kendaraan atau wahana Dewa Wisnu. Tetapi jika tidak ditemukan, maka mungkin sekali, "Lomar Batik" didatangkan dari luar Baduy. Dan apabila dugaan terakhir ini benar, memberi alasan bagi kita untuk menemukan mata rantai sistem pertukaran antara orang Baduy dan luar Baduy. Dan pertukaran itu bukan hanya sekedar perdagangan hasil bumi dari daerah Baduy ke luar, tetapi juga importasi beberapa komoditas dari daerah lain yang masuk ke Desa Kanekes. Barangkali juga didalamnya adalah kain batik! (Bhre Wahanten).
Aucun commentaire:
Enregistrer un commentaire