Peringatan World Heritage Day Tahun
2014 akan diadakan pada Jumat petang (18/04) di kompleks Museum Situs
Kepurbakalaan (Site Archaeological Museum)
Banten Lama. Inisitatif Banten Heritage yang mengusulkan Kota Serang sebagai
tempat penyelenggaraan Hari Pusaka Dunia
yang ke-4 telah direspon positif oleh Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI
/ Indonesian Heritage Trust) karena warisan budaya Banten yang sangat potensial
untuk dijadikan model pelestarian kota-kota heritage di Indonesia. Sejalan
dengan semangat pelestarian pusaka budaya itu, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) melalui Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan (PMB)
yang telah melakukan serangkaian riset di Trowulan (Kota Majapahit, Jawa
Timur), Borobudur (Jawa Tengah) dan Banten Lama (Provinsi Banten) dua tahun
terakhir memandang perlu melakukan diseminasi hasil penelitian di hadapan
publik Banten, melalui kegiatan Workshop bertemakan Kajian Politik Ekonomi Pelestarian Cagar Budaya Situs Majaphait di
Trowulan, Candi Borobudur, dan situs Banten Lama”.
Kegiatan workshop tersebut difokuskan pada pembahasan “Pengelolaan
Cagar Budaya Banten Lama” pada Kamis pagi (17/04) di Ruang Pertemuan Museum
Situs Banten Lama, dengan menghadirkan pembicara utama dari PMB LIPI, Dr. Herry
Yogaswara mewakili tim peneliti, kemudian Dr. Moh Ali Fadillah selaku pembahas
pertama dari Balitbangda Provinsi Banten, dan Adrian Perkasa sebagai pembahas
kedua dari BPPI / Indonesian Heritage
Trust. Sementara itu peserta yang hadir terdiri dari berbagai lembaga pemerintah
dan non pemerintah diantaranya dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Serang,
Disbudpar Provinsi Banten, Forum Peduli Budaya Banten, Lembaga Banten Heritage,
Lembaga Bantenologi IAIN SMHB Serang, Himpunan Pramuwisata Daerah Banten, unsur
perguruan tinggi lain dan para pelaku seni dan budaya kota Serang, Pandeglang,
Lebak, Cilegon, dan Tengerang.
Kepala
Pusat PMB-LIPI, Dr. Endang Turmudi dalam
pembukaannya mengatakan bahwa
cagar Budaya Banten Lama merupakan
cagar budaya yang memiliki arti yang sangat penting. Banten Lama merupakan
bukti sejarah kebesaran suatu kerajaan Islam pada masanya dan merupakan sumber
pemahaman akademis dan ilmiah tentang perkembangan Islam di Indonesia. “Oleh
karenanya sangat tepat jika kita sekarang bertemu muka membahas hasil riset
LIPI tentang Pengelolaan Cagar Budaya Banten Lama, agar menjadi acuan akademis
bagi para pemangku kepentingan”, ajaknya.
Sementara itu,
dalam paparannya, Ali Fadillah mengatakan persoalan krusial dalam pengelolaan
situs Banten Lama terletak pada tiga hal, yaitu status hukum situs dimana
antara dead monument dan living monument berada dalam satu kawasan, pengelolaan
situs dan kawasan cagar budaya dan pemanfaatannya bagi publik. Usulnya agar
semua pemangku kepentingan dalam melakukan pembinaan dan pengembangan situs
Banten Lama diarahkan pada terwujudnya kondisi ideal yang mengkobinasikan
kepentingan pelestarian dan pemanfaatan situs arkeologi secara berkesinambungan
dengan pendekatan cultural resources
management (CRM) ke arah terbentuknya suatu Taman Arkeologi dan Budaya
Islam Banten Lama (Banten Islamic
Archaeological and Cultural Park) yang dipahami oleh semua pihak. “Terbentuknya
suatu badan pengelola bersama diharapkan dapat menjadi wadah semua kepentingan
untuk pengelolaan jangka panjang keseluruhan kawasan situs Banten Lama”,
katanya.
Terkait dengan
itu, Adrian Perkasa memberikan beberapa succes
story di beberapa kota pusaka di negara lain. “Pada awalnya semua dimulai
dengan konflik kepentingan, tetapi toh pada akhirnya, dengan pendekatan
pelestarian pusaka budaya untuk kesejahteraan masyarakat dapat berjalan dengan
baik”. Ditambahkan Adrian, “Contoh kasus beberapa kota bersejarah di Thailand
dan negara lain misalnya, kalau di sana berhasil, kita yakin, di Banten Lama
pun akan bisa berjalan dengan baik”, harapnya.
Tampil sebagai pembicara
utama, Herry Yogaswara menyampaikan pengalaman risetnya di Trowulan (bekas
ibukota Kerajaan Majapahit), Kompleks Candi Borobudur dan terakhir Situs Banten
Lama (bekas ibukota Kesultanan Banten. Herry menemukan ada permasalahan umum
yang ditemukan di lapangan, yaitu adanya kontestasi antar pemangku kepentingan
dalam pengelolaan ketiga kompleks situs tersebut. Tetapi dalam detil-detilnya
ada perbedaan yang sangat signifikan. “Persoalan utama di situs Banten Lama
terkait dengan adanya living monument
pada kawasan situs arkeologi yang memerlukan penanganan khusus“. Bahwa kemudian, “Konflik antara pengelolaan
situs belum dapat terselesaikan, memerlukan perhatian dari semua pihak,
terutama dari pengambil kebijakan, yang kewenangannya sebagaimana tertuang
dalam UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya”, tambahnya.
Dalam kesempatan
diskusi, banyak pertanyaan dan usul-usul konstruktif mengemuka. Salah satu isu
terpenting adalah adanya unsur pembiaran terhadap masalah tersebut, sehingga
muncul usulan dari Budi Prakosa, SH mewakili lembaga Banten Heritage, “Permasalahan situs Banten Lama sebenarnya telah
lama mengemuka, dan apabila hal ini dibiarkan terus, langkah class action harus diambil sebagai
pilihan, mengapa tidak!”, katanya penuh semangat. Tetapi hal itu harus menjadi
pilihan terakhir, karena menurut Dr. Endang Turmudi dan dikuatkan oleh Dr. Riwanto
dari PMB – LIPI, bahwa kita harus mempertimbangkan apa yang sudah dilakukan
oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Faktanya, sudah cukup besar
program dan anggaran dari Pemda dialokasikan untuk Pengelolaan situs Banten Lama, maka
“Class action harus menjadi pilihan terakhir, bahkan sedapat mungkin tidak
perlu dilakukan dengan dialog multipihak” katanya.
Aucun commentaire:
Enregistrer un commentaire