Nilai
modernitas Banten kedua dapat digali dari aspek “Keluasan Komunikasi”. Sejak
abad X sekurang-kurangnya, Banten telah melakukan hubungan dengan negeri India
dan Cina yang kemudian lebih intensif dengan dunia Timur Tengah. Jaringan
maritim itu memungkinkan berjalannya difusi budaya, melalui akulturasi ataupun asimilasi. Beberapa ilustrasi gambar pernah diterbitkan oleh Claude Guillot, Ambary dan Dumarcay dalam buku The Sultanat of Banten.
Dengan kekuatan-kekuatan tekno-ekonomi dan sistem administrasi pemerintahan kesultanan, masyarakat Banten kemudian meninggalkan era ‘ketertutupan’ dan menjadi ‘terbuka’ untuk masuknya elemen-elemen budaya asing yang mengharuskannya menjadi bagian dari warga dunia.
Dengan semangat itu, maka berbagai sistem kemasyarakatan pun secara gradual mengalami transformasi, baik dalam pola pikir, gaya hidup maupun dalam proses interaksi antar-budaya. Oleh karena proses sejarah itu, Banten modern, yang sejak tahun 2000 menjadi Provinsi Banten sebagai hasil pemekaran dari Provinsi Jawa Barat, tidak mengacu pada identitas etnik tertentu, tetapi lebih tampak sebagai daerah multi-etnik dengan kelompok pembawa identitas terbesar terbentuk dari akar budaya Sunda dan Jawa (Moh. Ali Fadillah).
(cf. Ilustrasi Claude Guillot, The Sultanat of Banten)
Aucun commentaire:
Enregistrer un commentaire