MATERI PEMBELAJARAN
MK ARSIP, MUSEUM DAN DOKUMENTASI
Pertemuan Ke-14 Work from Home
Rabu. 29 April 2020 Pkl 07.30 - 09.10
Materi
Kuliah
MUSEUM SEBAGAI SUMBER DAN MEDIA PEMBELAJARAN
Oleh Moh Ali Fadillah
The basic understanding of the museum as a permanent and non-profit
institution suggests that the museum does not have professional performance in
serving the community.However the definition also contained “communicating” the
collection objects for the benefits of education, research, end enjoyment so
the museum must alos provide public service in the form of providing
information in effective and efficient ways and programs.
Materi kuliah hari ini (Rabu 29/052020) difokuskan pada topik “Museum
sebagai media pembelajaran”. Ada tiga pertanyaan penting terkait tema yaitu:
Pertama, berkenaan dengan apakah tujuan pendirian museum. Kedua, apa pentingnya
benda koleksi yang dipamerkan di museum, dan Ketiga, apa manfaatnya bagi
masyarakat.
Mari mulai dengan menjawab satu demi satu dari pertanyaan di atas. Secara teoretis, pelayanan publik merupakan upaya untuk memberikan akses dan fasilitas kepada masyarakat (pengunjung) dalam memperoleh informasi, manfaat museum, dan peran serta publik dalam pengembangan museum, sesuai dengan tugas dan fungsi museum. Sedangkan dalam prakteknya, karena spesifikasi museum sedemikian khusus, maka ujud pelayanan publik museum mengkhususkan diri pada bimbingan edukatif kepada pengunjung yang ditunjang dengan berbagai kegiatan, baik secara aktif (direct interaction) melalui visitasi maupun pasif (indirect intraction) melalui jaringan maya.
Untuk
membangun hubungan yang ideal antara museum (supply factor) dengan
masyarakat (demand factor) diperlukan adanya
kegiatan promosi yang ditujukan untuk
mempertemukan kebutuhan kognitif dan rekreatif dengan fungsi museum
sebagai penyedia informasi sekaligus melayani masyarakat dalam memanfaatkan museum
sebagai lembaga edukasi. Dalam rangka
pelayanan publik tersebut, museum dapat menerapkan strategi melalui kegiatan standar
seperti: bimbingan edukasi, publikasi, dan membangun kemitraan yang
saling menguntungkan dengan masyarakat secara berkesinambungan. Dengan cara
itu, masyarakat dari berbagai lapisan sosial diharapkan dapat mengenal museum sebagai sumber referensial ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, dan unsur-unsur budaya lainnya, dan sekaligus
juga sebagai media pembelajaran masyarakat dalam mengetahui, memahami, mendalami,
mengapresiasi dan mengaplikasikan sumber-sumber pengetahuan tersebut dalam
membangun karakter, identitas budaya, dan kecerdasan kognitif dan emotif.
Beri
komentar ringkas:
Ada gagasan, bagaimana bimbingan edukatif secara
on-line …?
Sumber dan Media Edukasi
Mendiskusikan
museum sebagai sumber dan media edukasi,
pertama terkait dengan raison d’ềtre (alasan keberadaan) suatu museum, karena
museum sendiri adalah sumber pembelajaran penting yang sekarang telah menjadi
disiplin khusus: museology dan di beberapa perguruan tinggi menjadi program
study. Membicarakan museum selalu memberi kesan tentang “masa lalu” karena awal
pendiriannya memang dimulai dari hobi para kolektor barang kuno menghimpun dan
memamerkannya. Kendati tidak dipandang ilmiah, tetapi bisa dibilang masuk akal,
sebab hal itu merupakan bagian dari cultural awareness of the past or living
culture. Kenyataannya, sampai sekarangpun, masa lalu selalu dibayangkan
memiliki eksotisme atau romantisme dan tersimpan sebagai collective memory
suatu komunitas atau kelompok masyarakat. Dari perspektif ini beralasan jika
masa lalu juga dipandang sebagai elemen vital dalam kehidupan sosial masa kini,
sehingga timbul sens of belonging (to a place or a traditions) dari
masyarakat intra atau antarbudaya.
Kesadaran
akan pentingnya masa lalu itu selalu terasosiasi dengan identifikasi diri pada
elemen-elemen budaya material kepada mana identitas etnik dilekatkan, baik
karena memiliki direct signification (paradigma primordial) ataupun indirect
signification (paradigma instrumental) dalam domain antropologi budaya atau
sosiologi khususnya dalam kajian etnisitas (ethnicity). Dorongan inward
awareness to cultural heritage tersebut kemudian menjadi dasar membangun
identitas kolektif yang mengacu pada fakta-fakta sejarah dan tradisi. Jadi
mengapa masa lalu penting, itu lebih disebabkan oleh adanya persepsi bahwa the
past is a living component of present-day life. Maka beralasan jika masa
lalu merupakan bagian penting dari collective memory dan hal itu melekat
pada warisan budaya yang dalam kamus museology lebih dikenal sebagai collection
objects (benda koleksi).
Transformasi
fungsi museum tersirat dari definisinya, sebagaimana dirumuskan oleh
International Council of Museum (1989), yaitu sebagai “non-profit
making, permanent institution in the sevice of society and of its development,
and open to public, which acquire, conserves, researches, communicates and
exhibits, for the purposes of study, education and enjoyment, material evidence
of man and his environment”. Dari mission statement itu menunjukkan
substansi museum adalah untuk tujuan riset (study), pendidikan selain yang
konvensional; untuk kesenangan.
Terkait
dengan substansi museum, Burcaw (1981) dan Edson (1996) melalui Smithsonian
Institute of America mempertergas dengan menyatakan bahwa pendirian
museum adalah ”... to increase and diffusion of knowledge among men”. Pernyataan
ini menunjukkan orientasi museum pada pengembangan ilmu pengetahuan, karena
memang koleksi museum merupakan hasil studi terhadap benda alam dan budaya yang
pada gilirannya menjadi media edukasi. Maka pada posisi inilah museum bisa
dikatakan sebagai lembaga edukasi. Fungsi ini menandai perubahan paradigm
museum, dari sekedar “terpusat pada benda” menjadi “terpusat pada komunitas”. Beralasan
jika kemudian dikatakan bahwa peran the modern museum lebih kepada “public
service” yang menitikberatkan fungsi pada transfer of knowledge
kepada publik; meninggalkan tradisi lama yang hanya untuk pemenuhan preferensi
individu atau kelompok tertentu. Tolak ukur museum dengan demikian bertumpu
pada bagaimana museum dapat mewujudkan “kebermanfaatan bagi masyarakat”.
Berikan komentar ringkas:
Perbedaan paradigma museum antara
“terpusat pada benda” (objects centered) dan “terpusat pada komunitas” (community
centered) sepertinya sudah tersirat, ada komentar bagaimana detilnya …?
Kedua berkenaan
dengan soal pentingnya benda koleksi museum bagi publik. Membahas pertanyaan
ini mengharuskan kita melihat proses perkembangan museum sejak awal abad XX dan
lebih signifikan lagi menjelang abad XXI yang kerap disebut sebagai “era baru
museum”. Semangatnya adalah untuk membuang jauh prasangka lama bahwa “museum
sebagai gudang barang kuno”. Atau meminjam istilah Edward Alexander (1979) dianggap sebagai cabinet of
curiousity. Kemajuan Iptek dan perkembangan kebudayaan di dunia
mengharuskan museum meninggalkan masa lalu yang “kuno”, “seram” atau terkadang
berbau “mistik”, meskipun kesan itu masih ada terutama diarahkan pada museum
yang memanfaatkan bangunan tua, bahkan beberapa sudah berkategori cagar budaya.
Namun koleksinya tak selalu seperti itu. Kekunaan biasanya hanya menampilkan
kronologi peradaban manusia, dari awal sampai dengan yang mutakhir, juga
menggunakan pendekatan modern: riset ilmiah, metode, peralatan, dan penyajian
dan profesionalisme. Maka dalam display museum selalu menampilkan perkembangan
apakah itu dalam aspek teknologi, ekonomi, ataupun sosial dan budaya.
Melalui
benda koleksinya museum dapat memberi manfaat bagi masyarakat dalam kehidupan
masa kini dan referensi ke masa depan. Benda koleksi menjadikan museum lebih
hidup karena penemuan ilmiah (hasil riset) atas benda tersebut akan memanggungkan
kembali pengalaman dari kehidupan masa lalu dan pencerahan bagi kehidupan masa
yang akan datang. Dalam konteks hubungan itulah bisa diumpamakan “museum tanpa
koleksi adalah ruang hampa dan koleksi tanpa museum adalah lapak barang
rongsok”. Atau, lebih konkritnya, boleh juga meminjam istilah Burcaw (1975) bahwa “Museum are
concern with object and objects are starting point of museum”, bisa
diartikan bahwa sebuah museum ditentukan
terutama dari koleksi yang dimilikinya.
Dari proses pengadaaan, penerimaan, pemilihan,
penelitian, sampai menentukan satu atau kelompok benda bakal koleksi terpilih
menjadi koleksi museum, membutuhkan disiplin ilmu tertentu. Maka dilihat dari
proses musealisation (meminjam
istilah Dr. Irmawati M. Johan; disampaikan pada “Seminar Pendirian Museum
Negeri Provinsi Banten” di Anyer 2006), benda koleksi museum telah teruji
secara ilmiah memiliki nilai penting daripada sekadar koleksi pribadi. Benda
koleksi museum harus memiliki nilai yang sesuai dengan tujuan pendirian museum.
Tetapi yang terpenting adalah nilai benda itu sendiri sebagai representasi sejarah,
seni, bahasa, teknologi dan aspek-aspek pengetahuan lain yang penting bagi
masyarakat.
Berikan
komentar ringkas:
Berdasarkan pengalaman, informasi apa yang paling
menarik minat dari museum yang saudara kunjungi …?
Dan isu ketiga, apa manfaat museum bagi
masyarakat? Alasan penting munculnya pertanyaan itu adalah bertumpu pada mission
statement of museum, bagaimana merealisasikan tujuan utama lembaga nirlaba ini, yaitu for study and education! Masyarakat millennial sekarang,
sejalan dengan era informasi, selalu membutuhkan aliran informasi dan data yang
dapat digunakan untuk menemukan dunia, mengenali kebudayaan dan juga
menciptakan masa depan. Maka untuk memahami pentingnya manfaat museum perlu
melihat museum dari sisi supply sedangkan public adalah faktor demand.
Dengan melihat museum sebagai satu sistem, maka museum bersama koleksinya tidak
dapat dilepaskan keterkaitannya dengan masyarakat sebagai penerima manfaat.
Pada posisi inilah museum harus dilihat dalam fungsi public service
sesuai dengan kebutuhan abad ini.
Dengan
demikian keberadaan museum masa kini harus relevan dengan kebutuhan masyarakat.
Secara garis besar fungsi museum terbagi ke dalam tiga aspek, yaitu aspek
akademis, sosial budaya dan komersial. Namun fungsi benda koleksi museum yang multipurposes
sejalan dengan social interest (rasa ingin tahu masyarakat) akan
aspek-aspek pengetahuan. Nilai-nilai yang penting bagi kehidupan masa kini dan
masa depan semakin kompleks, sekurang-kurangnya mencakup: (1) Symbolic value,
yaitu adanya kecenderungan untuk return to older values yang kerap
melatari acuan kebanggaan masyarakat pada own culture, (2) Academic
value, yaitu benda budaya
sebagai sumber informasi bagi berbagai kajian disiplin ilmu seperti arkeologi,
sejarah, antropologi, sosiologi, teknologi, seni rupa dan bidang ilmu lainnya, (3)
Educative value, yaitu dalam proses belajar-mengajar menuntut berbagai
cara
baru; dengan kunjungan ke museum
akan merangsang imaginasi dan kreativitas, (4) Social and economic value, yaitu adanya keinginan masyarakat untuk saling mengenal entitas
di luar lingkungan budayanya, dan menjadikan museum sebagai salah satu
destinasi berbagai paket wisata budaya. Namun agar museum mampu mengarah pada
trend itu perlu strategi dan menentukan prioritas dalam pelaksanaan tugas dan
fungsi museum. Secara teknis pengelolaan museum adalah urusan para ahli
museology dan kurator yang terlibat didalamnya, tetapi dalam menjalankan fungsi
edukasi diperlukan keterlibatan public sebagai bagian dari sistem.
Berikan
komentar ringkas:
Apakah keempat nilai di atas (simbolik, akademis, edukatif,
social-ekonomi) bisa sinergis dengan fungsi museum seperti ilustrasi grafis …?
Public Service
Pelayanan
publik diarahkan pada dua sasaran, yaitu pelayanan terhadap pengunjung museum melalui
visitasi dan pelayanan non-pengunjung (melalui media on-line). Kedua sasaran
tersebut memerlukan pelayanan yang berbeda, baik substansi, mekanisme, dan
sarana pelayanannya.
Pelayanan
pengunjung
Pengunjung
museum, baik sebagai individu maupun dalam kelompok, merupakan market utama museum. Oleh karena itu,
pengunjung harus mendapatkan pelayanan prima di museum. Sejalan dengan itu,
maka museum harus dapat mengidentifikasi secara cermat tujuan kunjungan dan
spesifikasi dari pengunjung tersebut, apakah dilihat dari kategori usia,
pendidikan, atau profesi. Mengacu pada data kunjungan ke beberapa museum di
Indonesia, motivasi pengunjung museum sangat beraneka ragam, namun pada umumnya
kunjungan ke museum didorong oleh rasa ingin mendapatkan pengetahuan sekaligus
dapat berekreasi di museum. Demikian pula dilihat dari identitasnya, pengunjung
museum pada umumnya dalam bentuk grup, terutama kelompok belajar dan kelompok
wisatawan. Tetapi ada juga pengunjung dari profesi khusus, misalnya mahasiwa,
pengajar dan peneliti yang membutuhkan layanan khusus terkait dengan tujuan studi
ataupun riset di museum.
Bimbingan
edukatif merupakan pendekatan yang memang sudah menjadi tugas museum bagi
pengunjung dalam rangka mentransformasikan berbagai pengetahuan kepada
pengunjung. Dalam kegiatan tersebut, petugas museum harus dapat memberikan
informasi koleksi secara baik, benar dan menarik sehingga pengunjung dapat
memfokuskan perhatianya pada alur cerita yang direpresentasikan melalui display
museum, memperoleh keterangan tekstual dan verbal yang memadai, dan membawa
kesan positif terhadap sajian museum. Bimbingan dan edukasi di museum dapat dirinci ke
dalam beberapa cara, yaitu: (1) ceramah, (2) lokakarya / seminar, (3) pemutaran film / slide show, (4) bimbingan karya
tulis, (5) pameran khusus untuk usia sekolah, termasuk sesi eksperimen
penemuan, jenis, karakter dan fungsi konteks fungsi aslinya.
Berikan komentar ringkas:
Bentuk pelayanan
edukatif mana yang paling efektif bagi pengunjung khususnya usia sekolah (dasar
dan menengah) ...?
Pelayanan non-visitation
Di luar
pengunjung museum, masyarakat umum harus dipandang sebagai calon pengunjung.
Oleh karena itu, masyarakat harus dilihat sebagai potential market dari museum. Mengingat sifatnya yang potensial,
maka pelayanan museum terhadap masyarakat umum diarahkan untuk memenuhi
keinginan publik luas yang berkaitan dengan informasi koleksi dan seluruh aspek
yang berkaitan dengan fungsi museum. Tujuan utama pelayanan non-visiation
tersebut adalah untuk memperkenalkan museum kepada masyarakat luas sehingga
dengan mengenal museum melalui jaringan maya, dapat membangkitkan minat untuk
mengunjungi museum. Dalam rangka memperkenalkan museum kepada masyarakat luas, museum dapat
menyelenggarakan berbagai kegiatan pelayanan publik antara lain: (1) pameran
keliling, (2) sosialisasi fungsi museum, (3) penerbitan informasi koleksi dalam
bentuk cetakan, digital (multimedia) dan melalui jaringan maya (website, blog
dan lainnya). Gagasan dan metode digital museum atau virtual museum sudah banyak diterapkan oleh sejumlah museum.
Berikan komentar ringkas:
Dengan kemajuan
bidang IT, orang bisa menjelajahi museum melalui media on-line. Apakah saudara
menemukan kepuasan dengan cara itu? Berikan alasannya ... !
Promosi Museum
Apabila
museum dianggap sebagai lembaga yang memproduksi informasi tentang berbagai
cabang pengetahuan, maka masyarakat adalah pasar yang harus mendapatkan
pelayanan secara memadai. Dengan kerangka pikir itu, museum sangat perlu untuk
menyiapkan konsep, bentuk dan sasaran pemasaran melalui berbagai kegiatan
promosi. Promosi museum adalah suatu kegiatan komunikasi untuk memperkenalkan
suatu produk melalui berbagai cara, seperti pameran, periklanan, demonstrasi, seminar,
penyebarluasan informasi dan usaha lain yang bersifat informatif dan
komunikatif. Berbeda dengan lembaga yang bersifat komersial, pada lembaga
museum dengan sifatnya yang nirlaba, kegiatan promosi museum bertujuan untuk
membangkitkan minat sekaligus meningkatkan kunjungan masyarakat ke museum,
sehingga berbagai informasi tentang museum dan koleksinya mendapat respon dan
apresiasi.
Dalam
menjalankan tugas tersebut, tolak ukur keberhasilan tidak bersifat finansial
(misalnya dari penjualan tiket masuk), tetapi diukur dengan seberapa besar minat
dan kunjungan museum. Dengan demikian promosi museum masih tetap mengedepankan
aspek tanggung jawab museum sebagai lembaga non-profit dalam upaya mencerdaskan
kehidupan bangsa dan memupuk wawasan kebangsaan dengan mengenal dan
mengembangkan potensi alam dan budaya. Bentuk promosi museum dengan demikian
lebih mengutamakan pendekatan edukatif - kognitif kepada masyarakat berkaitan
dengan pentingnya keberadaan museum.
Promosi
museum dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan publikasi antara
lain: (1) tatap muka interaktif, yaitu kegiatan publikasi yang bersifat interaktif
antara museum dan kelompok sasaran. Dengan metode audiensi tersebut diharapakan
akan terjadi komunikasi dua arah. Meskipun demikian, metode ini dilihat dari
kelompok sasarannya terbatas, namun biasanya sangat efektif dalam mengkomunikasikan
subyek museum. Audiensi bisa dilakukan dalam bentuk ceramah, seminar, bimbingan
edukasi, penyuluhan, dialog, jumpa pers dan juga press tour di museum, (2) tayangan di media massa, yaitu penerbitan
artikel semi populer, ceramah atau dialog interaktif tentang museum di media
cetak (surat kabar, tabloid dan majalah nasional dan daerah) dan media
elektronik (radio dan televisi, media on-line), sebagai media penyampai pesan,
(3) advetorial, yaitu kemasan informasi dalam bentuk pesan-pesan singkat
ataupun filler yang bertujuan untuk mengenalkan, membentuk opini, dan membangun
citra museum dan berbagai koleksinya. Cara ini harus dilakukan secara intensif
pada media yang tepat untuk publik luas. Iklan dapat dikemas dalam bentuk
filler untuk siaran televisi, radio Fm, media cetak, running text di televisi,
ataupun memanfaatkan media outdoor, seperti balon udara, spanduk dan
barang-barang cetakan, seperti poster, kartu pos, kalender, buku, souvenir dan
bisa juga berbentuk prangko.
Berikan komentar ringkas:
Ada gagasan, bagaimana promosi
museum yang efektif bagi generasi muda …?
Tipe Pembelajaran
Untuk
merealisasikan fungsi museum sebagai media edukasi perlu ditetapkan kelompok
sasaran, yaitu bisa terbagi ke dalam kategori: usia, pendidikan dan profesi.
Kemudian perlu adanya konsep dan kebijakan yang dapat dilaksanakan melalui
beberapa program. Melalui media ini pemangku kepentingan dapat mengusulkan
beberapa program, antara lain:
1.
Program Mengerti
Museum, diarahkan pada output pemahaman masyarakat tentang pentingnya
regulasi pelestarian warisan budaya melalui museum. Program ini dapat
dilaksanakan melalui kegiatan diseminasi peraturan dan perundang-undangan tentang
cagar budaya, pemajuan kebudayaan dan permuseuman. Di sini penting menghadirkan
pakar atau praktisi hukum dan ahli arkeologi dan museology dan pakar lain.
2. Program Preservasi dan Restorasi, diarahkan
pada output pengetahuan dasar tentang karakter benda koleksi, proses
penyimpanan, perawatan dan display museum. Program ini secara terbatas bisa direalisasikan melalui kegiatan: (1)
pelibatan mahasiswa, pelajar atau peminat khusus untuk mengenal
techno-archaeology, chimecal archaeology, experimental archaeology, exposition of
material culture secara indoor ataupun outdoor, (2) khusus dalam hal archaeological site museum, publik dapat
dilibatkan dalam penelitian penyelamatan dan pemugaran di lapangan.
3. Program Riset dan Publikasi, diarahkan pada output pengetahuan dasar tentang pentingnya koleksi museum dari perspektif
keilmuan. Program ini dapat direalisasikan melalui kegiatan (1) riset dokumen,
arsip, dan benda-benda koleksi museum,
(2) publikasi ilmiah, semi ilmiah, edisi
bergambar, film documenter, (3) partisipasi dan apresiasi selama visitasi
museum melalui pembuatan resume, feature, recit de
voyage, tugas menulis di sekolah atau kampus, lomba karya ilmiah, lomba melukis, lomba fotografI, lomba poster cagar budaya
atau berupa vlog tentang aktivitas museum.
4. Program Seminar Museum, diarahkan para
peningkatan partisipasi publik dalam kegiatan seminar, konferensi, colloqium,
workshop,
diskusi ilmiah
dan lainnya tentang penemuan atau rekayasa teknologi terkait pengembangan
permuseuman. Dalam hal ini museum dapat menjalin kerjasama dengan lembaga riset
atau studi untuk menyelenggarakan seminar atau temu ilmiah di lingkungan museum
atau bisa juga di tempat lain.
5. Program Kreativitas Budaya diarahkan untuk output peningkatan peran koleksi museum sebagai sumber
bagi kreativitas dan inovasi. Program dapat direalisasikan melalui kegiatan:
(1) Idea sharing untuk menghasilkan sumberdaya manusia yang kreatif dan
inovatif, menjalin rasa kebersamaan dan kesetaraan dalam kehidupan
bermasyarakat mengacu pada nilai-nilai lokal dan universal, (2) Lomba karya ilmiah atau karya tulis
semi ilmiah dan animasi tentang koleksi museum sebagai wahana membangkitkan
kreativitas dan inovasi generasi muda di lingkungan museum. Partisipasi
publik dalam bentuk pertemuan berkala
bersama “Sahabat Museum” sebagai wadah kelembagaan nonforamal dan event
organizer bersama komunitas budaya lainnya.
6. Program Promosi Budaya dengan sasaran output pengenalan brand image
museum beserta koleksinya sebagai salah satu icon pariwisata budaya pada suatu
daerah. Program bisa dilaksanakan melalui kegiatan (1) Cultural awareness,
exhibition for education purposes, mass-media programmes, other educational
multimedia, (2) Cultural days’ celebration dengan output exhibition,
conservation and promotional activities,
contemporary art exhibition. Partisipasi public berupa Pekan / Festival
Museum, Pekan Cagar Budaya,
Book festival, Archaeological film week, Pekan teater sejarah
– budaya dan lainnya. (3) Cultural Awards dilakukan atas kesepakatan
bersama untuk memberikan penghargaan kebudayaan seperti misalnya:
Conservationist award, Book award, Film award. Partisipasi publik berupa
berbagai event penghargaan: dedikasi pada museum, penggiat budaya, penemu dan
penyelamat cagar budaya, anugerah seni lukis cagar budaya, dan penghargaan
fotografi cagar budaya.
Berikan komentar ringkas:
Dari keenam tipe pembelajaran
museum, mana yang dianggap prioritas bagi siswa dan mahasiswa …?
Note or recommendation
1. Museum harus mampu mengelola dan mengembangkan
kebudayaan daerah dan nasional.
2. Koleksi museum merupakan aset budaya nasional yang ada di daerah.
3. Benda koleksi memiliki nilai pengetahuan,
teknologi, spiritual, estetika, sosial dan sekaligus ekonomis harus dipelihara
dan dikembangkan untuk kepentingan bangsa.
4. Kekayaan dan keragaman budaya pada setiap
koleksi sebagai sarana dalam kegiatan pendidikan, pembelajaran, penelitian,
apresiasi, kreativitas dan budaya inovasi.
5. Keberadaan museum menjadi destinasi pariwisata
terutama sebagai obyek edutainment dan edu-cultural tourism yang meniscayakan
partisipasi publik.
6. Peningkatan kunjungan ke museum dapat
melibatkan partisipasi publik mulai dari perancangan, perencanaan, pengelolaan,
dan pelayanan pengunjung museum dari berbagai kalangan masyarakat.
Referensi:
Alexander,
Edward P. (1979), Museum in Motions:
An Introduction to the History and Functions of Museums, American
Association for State and Local History.
Burcaw, G.
Ellis (1981), Introduction to Museum Work, American Association for
State and Local History.
Cleere, Henry. 1990. Archaeoloical Heritage Management in the Modern World, London: Routledge-Unwin Hyman.
Crowther,
David (1991), “Archaeology, Material Culture and Museum”, in Susan M. Pearce
(ed), Museum Studies in Material Culture, Washington DC, Smithsonian
Institution Press.
Edson, Gary
(1996), The Handbook for Museum,
Routledge: London & New York.
Hooper,
Eilean Greenhill, (1995). Museum, Media Message, New York: Routledge.
ICOM, 2005. Departement
if tge Museum Definition According to ICOM (1964-2001)
Sutaarga, Moh. Amir. 1998. Pedoman Penyelenggaraan Permuseuman,
Jakarta: Depdikbud.
Peraturan
Pemerintah RI No. 19 Tahun 1995 tentang Pemeliharaan dan Pemanfaatan Benda
Cagar Budaya di Museum.