dimanche 26 février 2017

BATU TAPAK KAKI DI DESA CURUG PANJANG, LEBAK


Menemukan kembali jejak purba di pedalaman Banten

Batu Tapak di Desa Curug Panjang
Oct 28, 2016



All data copied from Banten Tempo Doeloe (FB account : Bhre Wahanten). Jumat barokah, santap ghonzlenk dlu, di gardu pinggir sawah Kp. Pasirwaru, Desa Curug Panjang, Kec. Cikulur, Lebak. Rebutan kerak. No more to share, just sambel atah no perfect.
 
Telusur jalur irigasi, sedikit berimaginasi berbalut hipotesis, menemukan pertanyaan relevan, mengapa batu tapak kaki manusia ada (hampir selalu) di lingkungan persawahan yang subur. Just question proposed to brotheres Budityantri Prakosa and Dadan Sujana.

 


Jalur irigasi tradisional memberi ruang pematang ganda pada jarak 300 hingga 100 m, menggoda ekstrapolasi, membayangkan relasi historik hunian purba dgn batu tapak insitu pada sisi utara pulau di tengah persawahan. Geliat pertanyaan mengarah pada awal pengenalan sistem padi sawah mengubah tradisi huma di pedalaman Banten, menampakkan citra evolusi budaya dari nomaden ke sedenter. Communal society bermula dari tekno ekonomi subsisten ini. Question mark to our guide, young brothers, mahasiswa Pendidikan Sejarah STKIP Setiabudi Rangkasbitung and FKIP & Faperta Untirta Serang.


Hanya ada satu cara mencapai obyek penting itu: turun ka sawah, bobolokot leutak. Alhamdulillah tidak ada satupun rumpun padi yang rusak. Kendati begitu, kami nyuhunkeun dihampura ka nu boga sawah jeung hatur nuhun.

Sawah tidak rusak, kaki tidak berlumpur, fisik tidak capek, tujuan tercapai, terpaksa harus memanfaatkan jasa Gojek Rhog Arie. Ayah Hafeedz serius menggambar, Cep Soghot bantu mendarat tepat di atas batu tapak. Senggol Bro Sumanta Wiria & Kang Imang Doecoent eksperimen wisata unik. Selancar di sawah bolehlah buat Wa Ahmad Jarwadi.



 Berdiri di atas batu besar, melihat sekeliling, membayangkan bagaimana dahulu orang membuat tapak kedua kakinya diabadikan di atas permukaan batu. Kakiku dalam keadaan bersih dan kering, mencoba mencocokkan, kemudian mengukur, mendokumentasikan, dan mencatat bersama Ayah Hafeedz, Rhog Arie, dan Cep Rangkas alias Bro Soghut. Siapa tahu, suatu saat ada ahli arkeologi yang menganggap bukti ini penting, kami siap memberikan data awal.



 Sepasang telapak kaki terpahatkan pada bidang atas monolit andesitik tertanam di tengah persawahan Pasir Waru, Curug Panjang, Cikulur, Lebak. Kedua kaki memberi kita jejak langkah dari utara ke selatan. Message politik pembangunan atau sosial budaya, tidak tahulah... Pertanyaan semakin banyak, menumpuk di kepala, bagaimana menjawab 'tanda' masa lampau ini. Budityantri Prakosa, Dadan Sujana, Ayah Hafeedz dan beberapa Bro dari Banten Heritage mulai gerah, coba membandingkan dengan batu tapak Ciinjuk dan Pasir Gumapak, Cadasari Pandeglang. Interested subject to discus in Saung Banten Heritage, workshop Saba Juhut this night! How to explain it to our young generation?



Usai mendokumentasikan, sejenak melepas lelah di titik tengah persawahan, sebuah daratan yang disebut 'pulau' oleh penduduk setempat. Mitos dan legenda berkembang meluncur deras dari anak-anak muda Pasirwaru. Banyak orang mencoba mencari peruntungan, jika cocok sepasang kakinya dengan tapak di atas batu, konon setiap usahanya akan berhasil. Sugesti ini penting untuk menjaga kelestarian batu tapak. Semua indikasi arkeologis pada batu mengharuskan kita segera mencatatnya sebagai Cagar Budaya, memperkaya khazanah kekayaan budaya Banten. Bro Sumanta Wiria dan Kang Imang Doecoent, biasanya paling cepat mengeksplorasi aset budaya dalam ranah cultural tourism.

Message from the past to modern era. Batu tapak adalah sebuah 'tanda' dari seseorang unidentified sebagai S (sender) kepada kita sebagai R (receiver) di waktu yang berbeda. Kita belum bisa memastikan message (X) apa sebenarnya yang ingin disampaikan. Maka satu X bisa saja dimaknai ganda (Y atau Y’) atau multiplied interpretation. Aku hanya bisa melihat sorot mata anak ini, hanya duduk di atas batu di tengah persawahan, menyaksikan apa yang kami lakukan, tetapi tidak sadar kedua kakinya juga bisa memberi 'tanda' pada batu. Lantas 'tanda' atau 'tapak' apa yang telah kita sumbangkan untuk negeri ini? Prunglah Budityantri Prakosa. Setidaknya sudah mencoba menjawab enigma, meski sebatas symptomatique!





Aucun commentaire:

Enregistrer un commentaire