samedi 7 septembre 2013

Anugerah Lingkungan untuk Baduy



Kalpataru & Kehati Award

Dengan semua kearifan yang relatif tetap terjaga, semestinya orang Baduy bukan sekedar ‘obyek’ dalam destinasi pariwisata. Tetapi yang terpenting, mereka adalah tipe petani yang memiliki semua kualitas untuk menghadapi berbagai tantangan zaman. Karena komitmen dan upayanya untuk memelihara lingkungan, pada tahun 2004 (sudah cukup lama memang), desa adat ini telah memperoleh anugerah Kalpataru dan  Kehati Award.

Penganugerahan lingkungan eloknya menjadi teladan bagi kita, sekurang-kurangnya bagi wilayah sekitar, dalam mengelola sumberdaya alam yang kian terdesak oleh berbagai kepentingan. Setidaknya kita perlu merenungkan kembali, bagaimana sebuah masyarakat yang kerap dianggap “primitif”, illiterate, dan tak kenal teknologi modern, ternyata mampu menghidupi sendiri sekaligus melestarikan semua sumberdaya bagi kehidupan dan ekosistem sekitar. Maka mudah dimengerti mengapa orang Baduy menolak segala bantuan yang berdampak pada kerusakan alam yang pasti akan berdampak pada degradasi sosial. Dalihnya memang buyut (melanggar adat), namun ini sebuah fenomena self-conservation yang sulit ditemukan analognya di daerah lain.

Sesungguhnya prioritas mereka bukan pada inovasi infrastruktur, apalagi berdalih kemiskinan dan keterbelakangan, tetapi lebih pada konservasi alam dan budaya baik bagi intra-generasi maupun antar-generasi. Kelestarian itu bukan cuma penting bagi kontinuitas sumberdaya, tetapi juga menjadi ‘jaminan’ bagi sebuah kemandirian agraris sebagai prinsip fundamental bagi keberlanjutan sebuah tradisi. Maka harus diakui bahwa uniformitas nilai kelokalan Baduy ternyata mampu membangun sebuah kemandirian. Lantas, bagaimana dengan kita? Jika gamang bertanya kepada bangsa lain tentang kedaulatan pangan dan kelestarian alam, kini saatnya kontemplasi terarah pada kearifan lokal di Desa Kanekes. Jadi tak keliru, jika homebase Baduy adalah back to nature bagi kita (Moh. Ali Fadillah).


Aucun commentaire:

Enregistrer un commentaire