mardi 20 août 2013

Ikhtisar Sejarah Banten (Pra-Islam)


Dalam perjalanan sejarah itu Banten pernah mengalami masa keemasan sebagai salah satu kesultanan terbesar di Nusantara. Era keemasan Banten bisa dicapai tidak semata-mata karena Banten terletak pada tempat yang strategis, melainkan juga karena kemampuan pemimpin dan rakyatnya yang telah berhasil menjadikan Banten sebagai salah satu kota besar dan pelabuhan internasional di Asia Tenggara. Pada masa itu banyak pedagang dari berbagai negara di Asia Timur, India, Timur Tengah bahkan juga Eropa berdatangan dan turut mengambil bagian dalam aktivitas perdagangan di pelabuhan dan sekaligus meramaikan kehidupan kota di ibukota Kesultanan Banten. Namun kemajuan ekonomi Banten itu tidak datang secara tiba-tiba, tetapi jauh sebelum Kesultanan Banten berdiri, pelabuhan Banten telah dikenal sebagai salah satu penghasil beras dan rempah-rempah terutama lada hitam.
Sebagai salah satu wilayah yang tidak terpisahka dari NKRI, Banten memiliki pengalaman sejarah yang cukup panjang, sejak zaman prasejarah pada awal abad pertama Masehi, masuknya pengaruh agama Hindu-Budha dan berdirinya kerajaan Islam, masa kolonial, dan revolusi sosial menjelang dan sesudah perang kemerdekaan, sampai akhirnya menjadi sebuah Provinsi Banten pada tahun 2000.

Kerajaan Sunda di Banten Girang

Negeri Banten yang dalam kepustakaan Eropa dikenal dengan nama Bantam atau Wan-tan dalam catatan perjalanan pelaut Cina, terletak di sebuah teluk yang tenang di pesisir utara Jawa bagian Barat. Kota ini dibangun di delta sungai Cibanten yang sumbernya berasal dari lereng Gunung Karang. Dari kota Banten, dahulu terdapat jalan darat sampai ke ibukota Kerajaan Pajajaran di Pakuan, yang terletak di sekitar kota Bogor sekarang. Jalan darat kuna ini digunakan sebagai jalur transportasi hasil bumi dari pedalaman selatan Banten ke pelabuhan di pesisir utara.

Pada masa itu, Banten masih berada di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda Pajajaran. Menurut sejarawan Belanda, Ten Dam (1957), ibukota Banten pada waktu itu terletak di hulu sungai Cibanten, yang dikenal dengan nama Banten Girang. Kota Banten Girang atau Wahanten Girang (Carita Parahyangan) merupakan sebuah kerajaan yang raja, kerabat dan penduduk kota masih menganut agama Hindu. Meskpun demikian kepercayaan lama yang menganut ancestor worship masih tetap dipertahankan. Hal itu ditunjukkan oleh beberapa situs arkeologi yang terasosiasi dengan kegiatan ritual seperti punden berundak (terrace pyramid) dan gua pertapaan di sekitar ibukota Banten Girang.


Aucun commentaire:

Enregistrer un commentaire